Friday, May 3, 2013

Terimakasih Telah Ada

Sesungguhnya kamu jauh lebih mengerti apa yang aku rasakan daripada diriku sendiri. Kamu selalu saja tahu ketika aku sedih dan terjatuh, meskipun sebisa mungkin aku menutupinya. Bahkan ketika aku mengumbar tawa bersama yang lainnya, kamu tiba-tiba datang dan menanyakan ada apa. Sebaik-baiknya aku mengatakan bahwa aku baik-baik saja, kamu tetap bersikeras menganggapku tidak sedang baik-baik saja. Setiap senyum yang terdampar di cekung bibirku pun tidak bisa mengelabuhi semuanya. Kamu selalu saja tahu bahwa itu palsu.

Kamu datang. Tatapan kita saling bertemu. Secepat itu kamu bisa mengetahui segalanya. Tetapi ketika aku berusaha menatap sekuat dan selama yang aku bisa, aku tidak bisa mendapat apa-apa. Hingga air mata sudah mulai tergenang di pelupuk, tetap saja aku tidak bisa mengetahui apa yang kamu pikirkan.Tidak pernah peka, sepertinya.

Ketika aku mempunyai segelintir masalah, aku menangis, dan kamu selalu ada. Memberi semangat dan selalu menyuruhku untuk tidak menyesali apa yang telah menjadi keputusanku. Menyuruhku untuk mengikuti apa kata hatiku, bukan kata teman. Menyuruhku untuk menjadi aku. Menjadi diriku sendiri. Menjadi seorang yang mandiri dan pemberani.

Ketidakadilan datang ketika keadaan berbalik. Kamu datang dengan masalahmu, kamu menceritakan detail demi detailnya, perlahan-lahan hingga air mata menjadi pengiring dongengmu yang syahdu. Aku mendengarkannya dengan cermat dan khidmat. Tanpa kusadari bahwa frekuesi rinai airmataku sudah meluap tak terkendali. Aku diam dan terus menangis, tidak bisa memberi solusi ataupun semangat. Aku tidak lebih kuat daripada kamu. Aku lebih sering mengeluh, dan kamu tidak. Aku lebih sering menangis, dan kamu tidak. Aku selalu menyesali keadaan, dan kamu tidak. Egois memang.

Berapa banyak batang rokok yang kamu hisap, aku tidak akan marah. Tidak akan pernah mengambil secara tiba-tiba dan menginjaknya hidup-hidup. Aku hanya ingin kamu menjadi anak sholeh yang bisa membahagiakan orangtua, seperti kata ayahmu, "Ipa ips tuh gapenting, yang penting aa jadi anak yang sholeh."

Terimakasih telah ada, dan membuat segalanya terasa lebih nyata. Terimakasih telah mengajarkan untuk tidak menyesali apapun keputusanku. Kamu pernah berkata, "Aku nggak suka ngelihat orang lain, terutama kamu sedih. Karena orang yang menyesal atas keputusannya sendiri itu sama sekali nggak logis."



Teruntuk,
Iskandar Ahmad.

No comments:

Post a Comment