Sunday, December 7, 2014

Seumpama Kami Anjing, Dengarkan Suara Kami

Puisi ini saya buat khusus dipersembahkan dalam perayaan Hari Aids Sedunia, 1 Desember 2014. Waktu itu, kami sedang sibuk menghadapi ujian akhir semester. Saya tahu bahwa semua siswa sedang tenggelam dalam tumpukan materi biologi. Namun seharian ini saya malah berkutat dengan kertas dan pensil. Hingga pukul 21.00, kertas ini masih kosong karena belum ada inspirasi sama sekali. Akhirnya pada tengah malam, puisi ini jadi dan siap untuk dibacakan di Jogja City Mall dalam acara malam final pemilihan Duta HIV/Aids 2014.


Seumpama kami anjing
Kami adalah anjing yang dipenjarakan suaranya
Tapi apakah engkau peduli?
Pada kami, pada anjing-anjing yang tidak pernah didengar suaranya

Kami di sini, berbaris rapi
Di antara anjing-anjing dan anjing berbulu domba
Kami berteriak
Dengan dahaga dan lapar yang menganga
Dengar, dengarkan kami

Batin kami menangis
Lirih tak berdaya dihempas kedzaliman
Para penjilat yang merampas keadilan hak-hak kami
Yang kemudian dipasung
Dan suara kami dipenjarakan dalam kubangan stigma dan diskriminasi

Dengar
Dengarkan kami
Dengarkan jiwa kami yang meronta tanpa suara
Dengarkan jiwa kami yang resah, gelisah, dan goyah
Dengarkan jiwa kami yang pecah, terbang melambung tak terarah
Kau kemanakan nasib kami?
Kau kemanakan nasib kami
Yang hanya seekor anjing lemas dan tertindas

Dengarkan kami, dengarkan suara kami
Bantu kami menanggung beban dalam badan
Bantu kami untuk berdiri
Bantu kami memerangi sakit ini

Kami bukan penderita HIV
Kami juga bukan penderita Aids
Karena kami tidak menderita kawan
Kami adalah Orang Dengan HIV dan Aids
Kami butuh dukunganmu
Kami butuh simpatimu
Kami butuh rangkulanmu

Dan seumpama kau mengira bahwa kami adalah anjing
Setidaknya, dengarkan segala keluh kesah dan suara kami

2 comments:

  1. Saya suka puisi pakanira, sungguh. Kiranya boleh menjadi pelita yang memerdekakan jiwa-jiwa yang tertindas

    ReplyDelete