Wednesday, September 3, 2014

Merapi

Kali ini stasiun bukan menjadi tempatku melambaikan tangan. Pun terminal tak lagi bisu karena harus berpisah denganmu untuk sementara waktu. Sabtu sore kali itu kau mendatangiku,  berpamitan seraya melambaikan tangan. Aku tidak meminta apa-apa selain menjaga dirimu baik-baik, dan segera memberi kabar ketika sudah sampai di tempat tujuan. Kau mengangguk—mengiyakan permintaanku. Kemudian kau tersenyum dan membalikkan badan. Dan aku, tersenyum pada pundak tegapmu yang digelayuti tas carrier 100 liter.

Malam harinya, aku memandang langit dari atas fly over. Bintang berjajar rapi di antara bentang langit yang sangat cerah. Aku tahu, pemandangan dari atas Merapi pasti lebih indah. Mungkin saat ini kau sedang bersenda gurau sambil memandangi deret lampu kota Jogjakarta, atau mungkin kau sedang tertidur di antara bebatuan karena terlalu lama berisirahat. Jadi aku tidak perlu khawatir, kau pasti baik-baik di sana.

Tut tut tut. Aku membuka ponselku dan mataku terbuka lebar. Sebuah kabar yang sangat menyenangkan ketika mengetahui kau sudah kembali ke basecamp. Karena, tidak ada yang lebih romantis dari sebuah pesan yang dikirim dari basecamp pendakian. Sekalipun itu hanya satu atau dua kalimat.


Esoknya, kau membawakanku potret keindahan Merapi. Kau bercerita, aku mendengarkan dengan suka cita. Matamu sangat antusias menceritakan detail demi detail. Dan aku jatuh cinta pada setiap potong kata dan cerita, yang kadang kau sisipi tawa.

We can only appreciate the miracle of a sunrise if we wait in the darkness. -Bhismo

Camp Pasar Bubrah


 Mendaki merupakan petualangan yang sangat menyenangkan. Maka tidak akan ada kata lelah walaupun jauh jalan yang kau tempuh, berat beban yang kau pikul, dan pegal setiap ruas tubuhmu.

Akhirnya dapet foto fullteam, tapi cuma berempat doang.


Akan ada saatnya, kita berada di puncak yang sama, menikmati elegi senja, dan bercengkerama hingga malam tiba.
 

No comments:

Post a Comment