Sunday, July 28, 2013

Kamu Hebat, Ya?

Surat ini kubuat dalam waktu yang sangat singkat pagi ini. Aku tidak berpikir panjang dalam merangkai bait-bait kalimat ini. Atau lebih tepatnya, mungkin aku sedang tidak bisa berpikir secara normal. Mungkin saja pikiranku sedang penuh dengan sampah-sampah masa lalu.

Sesungguhnya tadi malam aku berniat menghabiskan waktuku untuk menulis surat sambil ditemani bercangkir-cangkir kopi dan dan beberapa syair lagu. Entah kecapaian atau akunya yang sedang tidak enak badan, tetapi aku malah ketiduran dan membiarkan laptopku menyala hingga dini hari. Jadi aku baru sempat menulisnya sekarang.

Oiya, aku belum menyapa dan mengucapkan selamat pagi. Jadi langsung saja. Hai. Selamat pagi. Selanjutnya, apa aku perlu menanyakan kabarmu? Kabarmu pasti baik-baik saja, bukan? Mungkin sekarang kamu sedang duduk di balkon sambil menyeduh secangkir coklat dan ditemani beberapa batang rokok. Atau mungkin kamu sedang bermain games dengan senang dan gembira. Atau mungkin kamu sudah tersenyum lagi bersama perempuan lain. Atau mungkin kamu sedang tidur nyenyak dan merangkai mimpimu sendiri. Atau mungkin, mungkin kamu sedang tertawa terbahak-bahak karena memenangkan drama ini. Aku tidak akan mengganggu kebahagianmu lagi.

Aku? Aku baik-baik saja. Aku sudah bisa berdiri sendiri. Jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkanku lagi. 

Semua kalimatku di sini memang tidak sistematis. Aku tidak tahu harus memulainya dari mana. Ini terlalu rumit dan diluar nalarku sendiri. Kamu bilang aku berubah, lantas apa kamu juga tidak berpikir kalo kamu berubah? Semakin hari kamu semakin aneh. Semakin hari kamu semakin tidak bisa dinalar. Semakin hari aku semakin tidak mengerti jalan pikiranmu. Untuk apa bertahan kalau sudah tidak ada kepercayaan lagi di antara kita? Cuma sama-sama menyakiti. Cuma saling mengukir luka. Memang tidak ada perpisahan yang baik-baik saja. Pasti ada yang terluka, entah salah satu atau justru keduanya. Aku tidak mau pada akhirnya cinta adalah kita yang saling benci.

"Beberapa perpisahan memang harus ada, karena bertahan tak selalu berarti bahagia." -Mentari

Surat terakhir yang kamu kirim melalui email membuatku tidak bisa berkata-kata. Aku terdiam dalam waktu yang sangat lama hingga akhirnya air mata memecah kesunyian yang ada dalam tubuhku. Aku tidak tahu apa yang sebenarnya ada di pikiranmu. Aku tidak habis pikir kenapa kamu tega melakukannya. Dan kamu melibatkan banyak sekali orang-orang di dalamnya, bukan cuma aku semata. Tetapi terimakasih, setidaknya aku sudah menjadi pemeran utama dalam ceritamu. Secara tidak langsung aku sudah menjadi actress tanpa bayaran.

Apa kamu tidak pernah membayangkan bagaimana rasanya menjadi aku? Aku ini terlalu rapuh. Kenapa kamu tidak memilih seseorang yang lebih kuat agar bisa kau jadikan pemeran dalam sandiwaramu itu? Hahahahahahaha. I'm a loser baby, so why don't you kill me? Bunuh saja daripada tersiksa lama-lama.

Oiya, aku hampir saja lupa. Terimakasih juga atas segala-galanya. Mungkin saja sayangmu hanya mainan, rindumu hanya candaan, perhatianmu hanya gurauan. Karena semuanya sudah tersusun rapih sejak awal. Tons of applause for you. Aku berikan penghargaan tertinggi untukmu. Kamu. Hebat. Tapi. Jahat.

Kamu itu manusia pengukir luka, ya? Good.



Untuk,
Manusia.
Dari,
Manusia.

Sunday, July 21, 2013

Backpacking ke Solo

Rabu 3 Juli 2013 adalah awal perjalanan gembel kami.

Tiba di Solo sekitar pukul 10. Daerah Pasar Kleco.

Naik angkot 01 menuju Pasar Klewer.

Nggak papa narsis mumpung angkotnya sepi.

Beli pernak-pernik dulu:)))

Taken di sebelah Keraton Solo.

Ini pas lagi nguliner hahaha.

Perjalan menuju Pasar Gede.

Mlipir dulu di patung apa gatau namanya haha-_-


Udah keren belum?



Sampai juga di Pasar Gede dengan kempol kembang kempis.





Frustasi dan hilang arah.

Tiba di pintu gerbang Kebun Teh Kemuning.

Sampai juga di puncaknya:')







Tiba di Solo kembali dengan selamat.

Perjalanan menuju tempat istirahat.




Udah mau pulang nih.

Menanti bis.

Sunday, July 14, 2013

Memprihatinkan

Hai.
Bosen nggak sih hidup gitu-gitu aja? Sering sih ngerasa gitu. Rasanya pengen lepas dan bebas. Tapi esensinya pelajar itu ya belajar. Kejar cita-cita dahulu, bahagiakan orangtua dahulu, matangkan pikiran dahulu, baru boleh bertindak semaunya. Semaunya disini bukan berarti lepas dari norma dan etika yang ada. Terkadang pengen fokus buat belajar, tapi selalu aja ada hambatannya. Semangat belajar itu kaya cuma sekedar mitos. Datang dan pergi semaunya sendiri. Seberapa banyak dorongan dan motivasi yang masuk, kalau cuma eksternal itu juga nggak bakal bertahan lama. Sepertinya sebagian besar remaja di abad 21 sudah kehilangan motivasi belajarnya. Cuma diselimuti rasa malas dan malas. Mari memutar pikiran menuju masa lalu. Saat orangtua kita masih kecil, mereka tidak diperbudak teknologi. Saat mereka remaja, mereka tidak menjadi pribadi yang lemah karena sebuah masalah. Mereka fokus belajar dan baru memikirkan jodoh saat sudah kuliah. Hidup mereka natural, tidak berMSG, sakarin, karoten, atau bumbu-bumbu lainnya. Coba lihat sekarang? Nampaknya berbeda 180 derajat. Memprihatinkan.

Tuesday, July 2, 2013

Aku Bebas

Tiga hari kedepan aku akan duduk di ruangan ini. Mendengarkan seorang pembicara bersama 16 orang partner lain dengan variasi gen yang ada, termasuk usia. Aku merasa aku paling muda, usiaku baru saja menginjak enam belas tahun, tetapi saat ini berada di CD Bethesda untuk mengikuti Pelatihan Konseling dan Intervensi Psikologi Dasar. How lucky :)))
Hari pertama, cukup membuatku berkali-kali berkata "kayanya emang salah deh ikut kegiatan ini, yang lainnya udah pengalaman, lha sini kopong banget gatau apa-apa." Awal pertemuan kami ada kontrak belajar dan juga disuruh menuliskan harapan untuk 3 hari kedepan setelah mengikuti kegiatan ini. Aku bingung. Aku merasa sangat kopong. Jangankan untuk mengerti materi, untuk sekedar mencerna apa yang dikatakan pembicara saja susah haha-_- dan tanpa pikir panjang aku lalu menuliskan harapanku di kertas berwarna kuning: nggak pahpoh. Hanya dua kata memang :)))
Hari kedua berjalan biasa saja, dan aku sudah mulai terbiasa. Ada beberapa praktek yang aku lakukan di sana. Ketika aku menjadi konseli, entah kenapa aku bisa menceritakan masalahku yang sebegitu rumit kepada mereka yang baru saja aku kenal. Aku meluapkan segala unek-unek yang selama ini membayangi pikiran. Semua orang memang butuh tempat sampah. Yang selama ini disembunyikan di balik topeng juga suatu saat akan butuh pelampiasan untuk membuang sampah-sampahnya. Hakikatnya memang manusia membutuhkan orang lain untuk berbagi cerita canda tawa suka duka dan luka. 
"Cinta itu harus memiliki. Kalo enggak itu namanya cuma perasaan." -Someone.
Tetapi disaat itu pembicaranya mengatakan bahwa kita tidak membutuhkan suatu objek untuk menujukkan keberadaan kita. Dengan atau tanpa dia, kita masih bisa mencintainya. Cinta itu tulus, tanpa sebuah alasan, tanpa rasa pamrih yang mendalam. Tetapi jangan menaruh perasaan terlalu dalam, karena jika bahagianya bersama orang lain, maka kita tidak terlarut-larut dalam kesedihan.
Hari ketiga, aku mendapatkan pelajaran baru lagi. Ini kali pertama aku melakukan sebuah meditasi. Lama sekali. Pertama kali aku memejamkan mata, kepalaku terasa sakit, semua masalahku tergambar di pikiran, berotasi tanpa arah dan tujuan. Semakin lama, kepalaku merasa agak baikan. Masalah yang tadinya memenuhi otak kini berubah menjadi pikiran bahagia tentang hal yang aku suka. Gunung. Laut. Teater. Puisi. Kata. Salsa. Ah :"). Ketika aku membuka mata, aku serasa terbangun dari sebuah ketidaksadaran yang cukup lama. Pikiranku seperti kembali nol. Seperti awal dulu. Aku tidak merasa terbebani lagi dengan semua masalah yang tiap hari bercumbu memenuhi pikiranku. Aku bebas.

Yogyakarta, 28 29 30 Juni 2013.
Terimakasih untuk 3 hari luar biasa ini.
Warmly,

Alfu.