Thursday, July 7, 2016

Selamat Menua, Beler.

Saya melaju kencang 90 km/jam mengendarai kuda jepang beroda dua. Menembus sudut kota dari Kedai Kopi di bilangan Abubakar Ali, Kotabaru menuju sepetak tanah di seberang Candi Prambanan. Yogyakarta sedang sepi-sepinya dini hari ini. Sepertinya semua sedang terlelap dalam hingar bingar ketupat dan opor ayam. Sepaket makanan yang tidak pernah alpa dari sajian hari raya.

Hari ini teman saya berulang tahun. Beruntung sekali dia, merayakan hari kelahiran dalam suasana lebaran. Sebenarnya saya ingin membuatkannya sepenggal kalimat yang berisi ucapan selamat. Tetapi dia bilang, dia tidak suka dengan tulisan-tulisan saya. Dia tidak suka dengan rangkaian kata-kata saya yang terkesan mengada-ada. Dia lebih suka ucapan apa adanya yang tidak perlu dipikir lama-lama. Jadi, diam-diam saja ya, tidak usah beritahu dia jika saya tetap membuatnya di blog pribadi saya.



Teruntuk,
Lelaki yang hari ini genap berusia 21 tahun.

Hai, selamat pagi. Sebenarnya saya tidak punya inspirasi ingin menulis apa, bahkan sampai pukul 3 pagi tulisan ini masih carut marut keadaannya, jadi saya memilih menutup laptop saya dan pergi tidur setelahnya. Asal kau tahu, tulisan ini ditulis di samping kolam ikan, sebelah taman, dengan semangkuk bakso di kanan, dan secangkir kopi hitam di tegukan. Jadi maaf jika sedikit asal-asalan he he. Lalu, apa yang sedang kau lakukan pagi-pagi hari seperti ini? Saya berani bertaruh kau masih tidur meringkuk, di bawah selimut, dengan celana pendek kesukaanmu tentunya.

Mari merotasi mundur waktu dua minggu yang lalu. Sore itu hujan deras mengguyur seluruh kota Purwokerto. Saya sedang gabut-gabutnya di rumah kontrakan, lalu kau mengirimi pesan mengajak hujan-hujan. Saya mengiyakan. Tetapi gagal karena hujan buru-buru dikebiri oleh langit. Sembunyi, sengaja berkonspirasi agar kita duduk manis saja menikmati mie ayam di deretan Gor Satria. Perkenalan sore itu, lucu sekali rasanya.

Saya selalu suka setiap kali kau bercerita tentang hal hal yang menurutku baru. Menarik rasanya. Lagipula, kita banyak sekali kesamaan. Tentang perjalanan dan pendakian. Tentang teman, tentang Tuhan, tentang pemikiran. Bedanya, kau sangat rapi, sedang saya tidak pernah memikirkan penampilan. Bedanya, kau suka teh, sedang saya sangat maniak kopi. Bedanya, kau suka hal berbau ilmiah, sedang saya menyukai sastra dan bualan-bualannya.

Ah, lupakan basa basi tidak penting di atas. Saya hanya ingin mengucapkan selamat atas hadirnya tujuh juli, atas hadirnya hari bahagiamu yang tidak bisa saya hadiri. Ucapan ini memang hanya sebatas kata-kata, tetapi doa ikhlas saya tidak pernah mengada-ada. Semoga semesta mengaminkan setiap harapan baikmu. Harapan yang tumbuh dari jantung bumi, dan jatuh kembali di pangkuan Illahi.

Teruntuk lelaki yang hari ini genap berusia 21 tahun, semoga selalu diliputi perasaan bahagia. Semoga selalu dipermudah setiap jalannya dalam meraih cita-cita. Semoga selalu dilancarkan setiap jengkal rejeki yang ada. Semoga jika sudah meninggi kelak, tidak pernah lupa jalan pulang ke rumah orang tua.

Maaf jka tidak banyak yang bisa saya doakan untukmu. Tetapi ketahuilah bahwa saya ikhlas mendoakan untuk setiap kebaikanmu.

Pada waktunya nanti, kita akan berjalan dengan prinsip masing-masing. Mencari kesepakatan, menuju jalan dan kepercayaan yang kita punya. Semoga pertemanan kita tidak saling menerakakan. Tidak saling baku hantam dan berkhianat di punggung kawan. Satu hal, kita percaya konsep bahwa tidak ada yang namanya teman, sebab dua manusia saling berhubungan atas dasar kepentingan tertentu. Maka datang dan pergi adalah hal yang wajar. Iya, kan? 




Ditulis dengan sadar di kota Yogyakarta, tepat pada hari kelahiran teman saya bernama Beler. Yang sedang merayakan gegap gempita bahagia dalam hitungan ke 21. Semoga panjang umur!

Wednesday, July 6, 2016

Selamat Hari Raya, Kotaku.

Riuh gema takbir memenuhi setiap inchi di semesta kepala. Gemercik kembang api dan lantunan ayat Tuhan berputar-putar di sudut kota. Yogyakarta seolah sedang merayakan malam kemenangan, malam penuh kebahagiaan. Anak-anak sibuk bermain petasan, yang muda sibuk mengitari jalanan, dan orang dewasa sibuk menyiapkan makanan. Semua tumpah ruah dalam setiap depa jalan perkampungan.

Inilah kotaku. Kota yang selalu hangat menyapa setiap kepulangan anak-anaknya. Menyapa para perantau yang selalu disibukkan dengan ambisi dan cita-cita. Menyapa para kapitalis yang kerap kali menjadi penjilat di luaran sana. Menyapa para intelek yang terkadang lupa dengan kerja keras bapak ibunya di rumah. Tapi Yogyakarta tidak pernah tamat berkhianat. Yogyakarta tidak pernah lupa ataupun ingkar janji. Yogyakarta selalu menjadi rumah untuk setiap kepulangan dan kepergian. Nyaman untuk ditinggali. Ya, inilah kota yang turut mendewasakanku sejak 19 tahun silam.

Kota ini banyak mengajarkan hal-hal yang sama sekali tidak saya temui di bangku sekolahan. Sewaktu kecil dulu, saya pernah jatuh dari sepeda, tetapi Yogyakarta mengajarkan saya bahwa setiap luka tidak harus berakhir dengan air mata. Sewaktu saya menginjak remaja, saya pernah jatuh cinta lalu luka sejadi-jadinya, tetapi Yogyakarta menawarkan peluk dan mengusap semua sedih saya. Sewaktu saya semakin dewasa, saya harus bercerai dengan rumah dan meninggalkan ayah ibu, setelah sebegitu nyaman dengan segala yang ada. Kali ini, Yogyakarta mengajarkan kepada saya bahwa kemana pun saya pergi, kota inilah yang selalu menjadi rumah, menidurkan lelah, dan mencurahkan segala keluh kesah. Sampai kapan pun.

Hari ini saya pulang, Yah. Hari ini saya pulang, Bu. Setelah hampir seluruh sahur dan buka saya berulang setiap hari tanpa keluarga. Saya pulang, Yah. Saya pulang, Bu. Untuk melantunkan takbir, merayakan malam kemenangan bersama-sama. Berbagi cerita dan tertawa bahagia. Melupakan duka dan segala nestapa. Memeluk erat setiap cinta Ibu dan kasih Ayah yang tidak pernah lelah untuk bekerja. Pagi, malam, hingga pagi lagi. Maafkan saya, Yah. Maafkan saya, Bu. Selama ini saya hanya bisa merengek, meminta, dan membuat kecewa. Saya tidak akan berjanji untuk menjadi bla bla bla. Tetapi satu hal, semoga Ayah dan Ibu tetap panjang umur dan selalu dilimpahi bahagia sampai saya bisa pulang membawa apa yang bisa saya persembahkan kelak.

Hari ini, kebahagiaan mendekap satu sama lain. Dalam riuh gema semesta takbir. Selamat hari Raya Idul Fitri. Selamat menikmati waktu sebahagia-bahagianya bersama keluarga.



Dalam dekap kota Yogyakarta,


Ditulis dengan sadar pada 1 Syawal 1437 H.